MEMPERTAHANKAN
RASA NASIONALISME
Kita ketahui bahwa Indonesia sudah
merdeka pada tahun 1945, tidak sedikit
para pahlawan kita yang gugur pada waktu itu. Mereka telah mengorbankan
tenaga, pikiran, dan darah untuk membela tanah air kita ini.
Sebagai wujud tanda terimakasih kita
kepada mereka adalah mempertahankan rasa nasionalisme kepada negara kita ini.
Baik dalam hal budaya, olahraga, maupun tekhnologi.
Kebanyakan dari hal seni budaya kita
sudah mulai ditinggalkan. Bahkan sampai diakui oleh pemerintah Malaisyia
sebagai budaya daerah mereka. Hal itu diakibatkan karena budaya barat sudah
masuk kenegri kita dan anak mudanya lebih senang kesenian modern daripada
kesenian tradisional. Contohnya saja dalam hal kesenian tari daerah yaitu reog
panorogo di Yogyakarta.
Bentuk konkret dalam mempertahankan
rasa nasionalime adalah memberikan semangat kepada generasi selanjutnya tentang
penting melestarikan budaya daerahnya baik itu dengan cara memberikan pelajaran
atau pelatihan tambahan kepada sekolah mulai tingkat SD sampai bangku
perkuliahan sehingga budaya kita tidak hilang sepanjang zaman dan tidak
dilecehkan orang lain.
Barabai, 31 Mei 2013
Menjadikan Masa Kecil Yang Cinta Masjid
Masa anak-anak adalah masa yang paling bahagia dan menyenangkan.
Hari-harinya diisi dengan bermain baik mainan yang ringan seperti menggunakan
alat permainan atau main petak umpet maupun bermain dengan cara yang kasar
seperti main karate-karatean atau smack down atau permainan gulat orang
dewasa. Semua itu dilakoninya dengan senang walaupun ada rasa sakit kena pukul
pada tubuhnya. Tentunya juga peran aktif orang tua dalam mengarahkan anaknya
kepada permainan yang baik dan mendidik.
Masa anak-anak
juga adalah masa emas. Maksudnya masa tersebut adalah masa yang paling berharga
bagi pertumbuhan anak. Kalau orang tua salah dalam mendidik maka, dampaknya
akan sangat besar bagi karakter dan perkembangan mental anak. Sebagaimana
Rasulullah saw., pernah bersabda yang artinya: ”setiap anak Adam dilahirkan
dalam keadaan suci, maka orang tuanyalah yang menyebabkan ia menjadi Yahudi,
Nasrani dan Majusi (HR. Muslim)
Ada beberapa fase
pertumbuhan bagi anak yang harus diketahui oleh orang tua yaitu:
1.
Fase
usia 0-3 tahun. Pada fase
ini, moralitas anak mulai dibentuk.
2.
Fase usia 4 tahun.
Fase egosintres akan dialami oleh anak pada usia dini. Indikasinya, mereka
mulai senang melanggar aturan, memamerkan diri dan memaksakan keinginan.
3.
Fase
usia 4, 5-6 tahun. Pada fase ini
anak mulai menunjukkan sifat penurutnya. Bahkan ia mulai bisa diajak bekerja
sama.
4.
Fase
usia 6, 5-8 tahun. Pada fase
ini, anak sudah mulai merasa memiliki hak.
Anak yang cerdas
secara intelektual, emosional, maupun spritual adalah dambaan setiap orang tua.
Untuk itulah penanaman karakter pada waktu kecil sangat diperlukan. Peranan
masjid terhadap pendidikan yang berkarakter islami menjadi tolak ukur maju atau
tidaknya syiar islam. Sebagaimana yang
dipraktekkan oleh Rasulullah dulu bahwa masjid mempunyai peranan penting mulai
dari keagamaan, kemasyarakatan sampai kemilitiran.
Untuk itulah
penanaman cinta kepada masjid dimulai ketika masih kecil yaitu pada masa usia
1-8 tahun. Karena pada masa tersebut karakter anak mudah dibentuk. Adapun tips
agar anak senantiasa pergi kemasjid yaitu:
Pertama, keteladanan. Seribu kata-kata akan termuntahkan oleh anak-anak
kita, kalau kita melakukan perbuatan yang berseberangan dengan apa yang kita
ucapkan. Misalnya, seorang ayah menyuruh anaknya pergi ke mesjid sedang ayahnya
sendiri shalat dirumah. Maka, anak tersebut akan berontak dalam hatinya kenapa
saya saja yang disuruh ke masjid sedangkan ayah sendiri shalat dirumah.
Walaupun anak tersebut menurut apa yang kita perintahkan akan tetapi apa yang
dikerjakannya itu tidak sepenuh hati. Bahkan asal-asalan.
Oleh sebab itulah
setiap orang tua dituntut untuk mengajak anaknya pergi kemasjid dalam rangka
mendidik anaknya agar cinta masjid. Memang sih, kadang-kadang yang namanya
anak-anak itu sering bosan kalau tidak melakukan apa-apa yang menurut Dia
menyenangkan. Akhirnya Dia sering main-main sendiri ketika berada di Masjid.
Hal tersebut biasanya bisa diantipasi oleh orang tua dengan memberikan pakaian
atau sajadah yang bagus kepadanya sehingga Dia senang melakukan shalat
Kedua, berikan motivasi. Memberikan motivasi itu sama halnya menyulutkan
bensin ke api. Semakin banyak bensin yang kita berikan maka, semakin besar pula
kobaran api yang kita nyalakan. Begitu juga apabila kita memotivasi anak untuk
pergi ke masjid maka semakin giatlah anak kita melakukan apa yang kita
perintahkan. Tehnik memotivasi kepada anak pun ada aturannya yaitu perbanyaklah
cerita tentang orang-orang yang sering pergi ke masjid yang pada akhirnya Dia
disukai Allah dan jangan terkesan menggurui. Seperti cerita para sahabat Nabi
yang apabila ada masalah pergi ke masjid yaitu cerita Ali bin Abi Thalib yang
ketika ada masalah dalam keluarganya Dia langsung pergi ke masjid untuk
menenangkan diri dan juga cerita seorang pemuda yang berusia 18 tahun yang bisa
menaklukkan benteng terkuat Cyzantium, konstantinopel. Yang ternyata rahasia
mengapa Dia bisa melakukan hal itu adalah karena Dia sering melakukan shalat
Tahajjud. Dan masih banyak lagi cerita lain yang bisa memotivasi anak agar rajin
shalat dan pergi ke masjid.
Ketiga, berikan reward. Setelah diberikan motivasi maka langkah
selanjutnya adalah berikan reward atau hadiah. Misalnya kalau bisa
melakukan shalat berjamaah di masjid maka, akan diberi hadiah berupa tambahan
uang jajan atau apa saja yang membuat suka anak tersebut.
Kelima, berikan sanksi. Biasanya kalau kita membuat peraturan
sedikit tidaknya pasti ada peraturan yang dilanggar. Maka, oleh sebab itulah
fungsi dari sanksi tersebutlah yang bisa menimalisir pelanggaran tersebut.
Sanksi atau hukuman disini bukanlah hukuman yang bisa mencederai fisik atau
anggota tubuh akan tetapi disini sanksinya hanya hukuman yang bersifat mendidik
seperti membaca tiga surah dalam al qur’an setiap kali tidak melakukan shalat
di masjid.
“Zaman semakin
canggih namun akidah semakin terkebelakang” itulah gambaran zaman sekarang ini.
Generasi sekarang tidak sama dengan generasi zaman dahulu. Maka, oleh sebab
itulah mari kita jadikan generasi sekarang ini sebagai agen of change
atau agen perubahan dari yang tidak baik kepada yang baik. Dari yang tidak suka
kemesjid menjadi suka ke masjid.
Wallahu ‘alam
No comments:
Post a Comment